si api biru |
Berangkat dari Banyuwangi jam 9 malam, saya dan 11 anggota rombongan sirkus menuju ke Paltuding, kawasan parkir tempat wisata Kawah Ijen. Sudah nggak sabar mau lihat api biru yang katanya cuma ada 2 di dunia ini. Setelah sebelumnya juga baca dan lihat fotonya di internet, semakin membuat tidak sabar untuk melihat dengan mata sendiri.
Jam setengah 12 malam kami sampai di Paltuding. Minum kopi sebentar, cari pemandu, urus pendaftaran untuk naik, dan berangkatttt tepat jam 12 malam. Saat itu bulan purnama sehingga cukup menerangi jalur pendakian menuju Kawah Ijen.
Rombongan Sirkus |
Perjalanan cukup santai karena tidak perlu membawa kulkas atau lemari alias tas carrier. Cukup daypack yang berisi makanan dan minuman. Sekitar 1,5 jam setelahnya kami mencapai pos penambang. Istirahat dulu cukup lama sambil mengatur rencana berikutnya karena dirasa masih terlalu pagi. Kami merencanakan akan turun ke
Lanjut lagi ke Kawah Ijen dan sampailah di pos yang dituju, tidak sampai 15 menit dari pos penambang tersebut. Bau belerang mulai menusuk pantat, eh hidung.. Tempat tersebut merupakan tempat pemberhentian sebelum turun kebawah, ke dalam Kawah Ijen. Sampai di pos ini, kami mulai kepayahan karena bau belerang yang maknyussss...
galau mau turun apa nggak |
pendaki lain pada mau turun |
Kata pemandu kami, dibawah bau nya akan lebih tajam. Keputusan turun atau bertahan menjadi polemik. Tapi karena kita sudah bertekad bulat untuk melihat si api biru, maka kita bersiap menuruni kawah.
Jalan menuruni kawah ternyata sangat terjal. Saya sudah terbayang naiknya nanti gimana. Beberapa kali kami berpapasan dengan penambang yang naik. Melihat para penambang tersebut, rasanya sangat tragis. Memikul beban sampai 80 kg, naik dari bawah kawah sampai ke pos penambang. Dan dihargai murah untuk setiap kilogram belerang. Tapi perasaan tersebut sirna apabila angin membawa bau belerang ke arah kami. Masker yang sudah dibasahi menjadi satu satunya pelindung.
Di suatu titik, kami melihat api biru tersebut. Subhanalloh... Memang sangat indah. Jauh lebih indah melihatnya langsung daripada melihat foto di internet. Haha ya iyalah.. Tapi kami masih jauh dari api biru tersebut. Masih perlu menuruni kawah. Dengan perangkap bau belerang yang sangat menyengat.
Sampai di suatu titik, di cekungan, tiba tiba angin membawa bau belerang yang sangat pekat. Semua orang batuk. Tidak tertahankan. Kedua mata pun sampai beruarai air mata. Haha.. Sungguh pekat sekali serangan belerang yang ini. Saya sampai merasa panik. Terjebak di kawah. Jauh dari pertolongan. Jauh dari area aman. Ada teman yang batuk lebay, seperti habis nelan kodok. Uhuekkkk uhuekkkk.... Yang lain batuk seperti naga mau menyembur api. Hoekkkkk hoekkkk... Beberapa teman langsung lari naik ke atas lagi. Sisanya, berkumpul dulu untuk memikirkan rencana berikut. Naik lagi tapi tidak melihat api biru dari dekat. Atau mencoba lagi namun dengan resiko adanya serangan belerang yang membuat mata dan hidung sakit dan berair.
agresi belerang pertama |
Rombongan sirkus jadi kocar kacir, ada yang lari ada yang hampir pingsan,,, haha |
saking pekatnya kamera nggak bisa autofocus, saya sendiri sampai lupa mau manual focus |
Akhirnya kami memutuskan naik, tapi kemudian melihat ada jalur pintas ke api biru. Kami pun mencoba peruntungan tersebut. Belok ke arah api biru. Sampai di suatu tempat dimana orang berkumpul untuk melihat dengan jarak yang cukup dekat. Berpacu dengan waktu, dan berjudi dengan kesempatan. Karena angin dapat berubah arah seenaknya sendiri. Apabila mengarah ke kami, selain bikin sesak napas, juga membuat api biru menjadi tidak kelihatan. Sialnya, angin lebih sering berhembus ke arah pengunjung, hahaha apes deh...
Walau begitu, saya tetap mengeluarkan kamera, mencoba memotret apa adanya. Hasilnya nggak begitu bagus karena sering tertutup asap, hanya beberapa detik saja terbuka. Nggak apa apalah, yang penting mata saya sudah menjadi saksi keindahan api biru tersebut.
kompor gas Quantum |
No comments:
Post a Comment