Kenapa saya sebut tipuan? Karena pada awalnya saya mengira ini adalah salah satu obyek wisata alam seperti Kaliurang, dimana kita bisa melihat pemandangan alam dengan mengajak seluruh anggota keluarga mulai dari kakek nenek, bapak ibu, kakak adik, paman bibi, pakdhe budhe, om tante, mbah buyut, cicit dan seterusnya. Tapi setelah saya berkunjung ke tempat ini, dan kemudian melakukan pendakian singkat, saya langsung berubah pikiran. Kok bisa begitu?
Deskripsi dan Lokasi
Nglanggeran adalah sebuah desa dimana terdapat sebuah situs gunung api purba. Gunung ini pernah aktif puluhan juta yang lalu. Litologinya tersusun dari fragmen material vulkanik tua. Secara geologi terletak di kawasan karst Baturagung. Asal namanya dari Planggeran atau versi lain menyebut Langgeng. Masyarakat setempat percaya gunung ini diilingkari naga besar yang mampu menyembuhkan segala macam penyakit. Dan dijaga oleh Kyai Soyono yang memiliki klangenan berupa Macan Putih yang menjaga kawasan ini dari berbagai macam kejahatan.
Untuk mencapai lokasi ini, dari arah Jogja mengambil jalan Wonosari menuju Piyungan kemudian mulai menanjak sampai ke Patuk. Sampai disini ambil jalan belok kiri menuju Desa Ngoro-Oro. Setelah melewati Ngoro-Oro, maka akan bertemu stasiun relay Indosiar dan RCTI, serta banyak tower lain. Kemudian ambil kekanan di pertigaan setelah stasiun relay itu. Maka akan sampai di situs ini tak jauh dari pertigaan tersebut. Dari Jogja memakan waktu sekitar 1 jam perjalanan.
Catatan Perjalanan
Setelah sampai di lokasi, kesan yang saya tangkap adalah obyek wisata ini dikelola cukup profesional. Toilet relatif bersih dibandingkan toilet obyek wisata lain. Dibawah ada pendopo yang bisa digunakan untuuk acara rombongan. Setelah lihat - lihat jalur perjalanan sejenak, saya memutuskan untuk mulai mendaki. Di awal perjalanan, jalur pendakian berupa tangga batu dengan kemiringan yang landai, walau cukup ngos-ngosan juga karena badan sudah lama tidak bergerak. Jalur sangat basah, mungkin malam harinya hujan cukup deras. Sehingga jalur menjadi licin. Suasana yang saya rasakan seperti sedang di tengah hutan hujan tropis, dengan vegetasi tebal dan sinar matahari menembus di beberapa titik.
trek awal, tangga batu landai |
Song Gudel adalah sebuah spot di awal pendakian dimana terdapat sebuah batu besar (beneran besar banget ini) dan disangga oleh batu lain yang kecil. Dilihat - lihat komposisinya jadi unik. Saya tidak bisa membayangkan apa yang terjadi kalau batu besar ini longsor dan nggelundung. Jalur pendakian yang awalnya landai kemudian berubah. Yang tadinya jalurnya jelas berupa tangga batu, sekarang jadi hilang. Kalau tidak ada tali tambang dan papan petunjuk, saya tidak akan tahu kalau jalurnya harus melewati sebuah batu yang cukup besar dengan merayap diatas batu itu. Wah, dua buah kamera, Nikon D3000 dan Canon S95, terpaksa dikandangkan daripada terbentur batu pada saat merayap. (kali ini saya bawa dua kamera, walaupun yang satu bukan punya saya dan sebenernya yang punya kamera juga saya bawa hehehe..)
song gudel |
song gudel |
mulai pakai tali nih.. |
Setelah trek batu besar tadi, saya menemukan sebuah jalan tikus, yang kalau tidak diperhatikan betul tidak akan ketauan. Jalan kekiri menaiki sebuah batu besar itu sepertinya menuntun ke lokasi dengan pemandangan yang luas. Saya coba melewatinya dan betul. Cocok sekali untuk yang mau istirahat sambil menikmati pemandangan alam.
Perjalanan dilanjutkan menuju trek berikut, berupa celah sempit yang diapit oleh tembok batu besar sekali, sepanjang sekitar 50 meter. Celah dengan lebar tidak sampai 1 meter ini sebenarnya sangat seru, namun perlu ektra hati - hati. Karena jalur celah ini sebenarnya kemiringannya cukup tajam, sehingga perlu dibantu dengan tangga dari batang kayu yang sialnya licin sekali. Bagi pemilik sepatu atau sendal yang tidak didesain untuk medan seperti ini, maka akan cukup merepotkan. Beruntunglah saya karena saya memakai sendal gunung jadinya tidak terlalu licin. Walaupun begitu, saya tetap saja merasa tertipu karena saya pikir jalurnya landai dan pendakiannya hore - hore saja. Ternyata jalurnya cukup sulit.
celah sempit |
Selepas celah sempit itu, saya menemukan pertigaan jalur. Ada jalur kekanan yaitu jalur comberan dan yang lurus yaitu jalur utama. Jalur comberan, sesuai namanya, sudah tidak perlu saya ceritakan lagi bagaimana bentuknya. Di pertigaan ini terdapat sebuah pos untuk istirahat dan dibelakangnya adalah spot untuk melihat panorama alam yang sangat luas. Saya berhenti disini dan tidak lanjut naik karena tujuannya adalah untuk mengambil foto - foto saja. Disini saya bertemu serombongan keluarga dimulai dari yang tua sampai yang balita, waduh pasti repot waktu melewati celah sempit tadi.
Setelah foto - foto kami kembali turun karena mendung mulai menggelayut diatas. Saya tidak mau kehujanan disini. Tidak bawa payung atau jas hujan, jalan licin sekali, dan trek yang cukup sulit (kadang harus ngesot). Sampai bawah saya pulang, kembali menuju Jogja. Dan benar saja, di jalan Wonosari mulai hujan kecil. Orang Jawa bilang tlethik tlethik.. Mungkin diatas sana tadi sudah hujan beneran hahaha.
Tips Perjalanan
- Pakai kostum yang mendukung, terutama sendal/sepatu minimal menggunakan sendal gunung. Jangan pakai sendal Crocs apalagi yang KW walaupun KW SUPER, karena licin. Baju dan celana usahakan yang nyaman untuk bergerak seperti merangkak, merayap dan merambat.
- Pilih waktu yang sesuai, jangan di musim hujan. Kalau terpaksa maka pilih di pagi hari dimana cuaca biasanya cerah. Kalau memaksa mau lihat Sunrise atau Sunset, pakai kostum dan gear ala pendakian gunung beneran.
- Jangan bawa orang tua lanjut usia, kalau mau piknik sekeluarga mending ke Gembira Loka
- Pakai tas ransel (daypack) agar ringkas dan tidak mengganggu pergerakan tangan.
- Bawa bekal secukupnya, seperti roti dan air mineral. Perjalanan walau singkat namun cukup melelahkan.
No comments:
Post a Comment